Kado Terindah

download (1)

Di depan pohon tua terdapat sebuah rumah kecil tua beralaskan tanah. Dindingnya terbuat dari bambu yang kasar dicat putih tulang: kursi-kursinya hanya tikar yang menjalar sepanjang ruang depan. Satu atau dua lampu teplok tergantung di langit-langit. Dalam sebuah lorong, di bawah meja kayu lapuk, tampak seekor kucing betina besar berwarna putih sedang tidur nyenyak. Dan di belakang lorong yang lain, tampak seorang ibu tua renta berambut putih dan kurus sedang memasak untuk anak kesayangannya.

Ibu ini memiliki lahan pertanian samping rumahnya yang memberinya nafkah dengan menjual hasilnya: anak-anaknya dibesarkan dengan rasa takut terhadap Tuhan untuk menjadi orang yang suka bekerja keras, suka menolong, dan penuh rasa syukur. Dan alhamdulillah, didikan pada satu anak tunggalnya tersebut telah berhasil dalam umurnya yang telah tua. Sehingga nantinya suatu saat ia dipanggil oleh yang maha kuasa, ia tidak akan merugi dan tak tenang.

Tok…. tok….. tok…..” Suara ketukan pintu terdengar dari depan rumah. “Pasti itu Soleh.” Kata ibu tua tersebut. Sang ibu kemudian menghampiri dengan wajah senang dan penuh sayang. Seperti biasanya sang anak pun kemudian meminta peluk ibunya yang telah lemas tersebut. “Sana makan leh, ibu sudah memasak untukmu.” Dengan kepemilikan rasa berbaktinya yang besar terhadap ibunya, ia pun segera menuju ke dapur untuk makan.

Siang harinya Soleh bekerja di ladang pertaniannya untuk membantu ibunya bekerja. Dengan memakai topi di kepalanya untuk sedikit menghalangi panas terik yang menyengat kulit. Ibu pun demikian, ia terlihat sangat kecapekan karena umurnya yang semakin bertambah. Ibu seumuran itu memang sudah selayaknya untuk beristirahat di rumah. Namun siapa lagi kalau bukan ia yang bekerja untuk anak kesayangan satu-satunya itu. Sudah lebih dari lima belas tahun ia ditinggal oleh suaminya karena meninggal. Demi anaknya, ia akan tetap bertahan dan bekerja keras.

Banyak kegiatan yang dilakukan sepasang anak dan ibu itu di ladang: mencangkul, memanen kacang panjang, menyirami tanaman, dan membersihkan halaman sekitar karena banyak daun yang jatuh dari pohon. Tiap hari mereka jalani dengan seperti itu sendiri karena tidak kuat untuk membiayai penyewaan buruh tani.

Keesokan harinya, soleh berangkat ke sekolah pagi-pagi karena harus membersihkan halaman sekolah setiap hari. Hal inilah yang membuatnya mendapat keringanan biaya sekolah, untuk meringankan beban ibunya juga.

Dan sang ibu itu sedang dalam perjalanan menuju kuburan di sepanjang jalan sebuah desa kecil dekat rumahnya, tempatnya tinggal selama berpuluh-puluh tahun.

Di tempat pemakaman, dia merasa dalam waktu dekat nanti, ia akan menempati tempat ini selamanya bersama almarhum suaminya yang sangat menjadi tauladan ia dalam bertingkah laku.

Malam menghampiri, terdengar suara gerimis lirih dari balik tembok bambu. Sang ibu menghampiri anaknya yang sedang membaca buku-buku pelajaran sekolahnya. “Besok Ujian Nasional ya Soleh?” tanya ibu. “Doakan soleh bisa mengerjakan dan mendapat nilai bagus ya bu……” minta anak itu dengan manja kepada ibunya yang murah senyum tersebut. ”Iya, pasti.. ibu akan selalu mendoakanmu. Namun, boleh ibu tanya sesuatu?” Soleh pun menjawab dengan senang, “Boleh bu, silahkan.” Kemudian, “Cita-cita dan harapan Soleh apa?”

“Soleh ingin menjadi seperti ayah bu, yang mengajar anak-anak mengaji dan sekolah. Soleh juga ingin mendirikan sekolah gratis untuk anak-anak yang tidak mampu.”  Kata Soleh dengan memandang mata ibunya dalam-dalam yang telah tak sadar berlinang air mata.

“Iya Soleh, cita-citamu mulia sekali. Semoga yang Maha Kuasa meridhoinya ya… Tapi kamu juga harus rajin belajar, bekerja keras, dan yang paling penting, jangan lupa untuk selalu bersyukur atas apapun yang terjadi dalam kehidupanmu nanti, inshaallah akan ada hikmah di balik semua kejadian itu.”

“Iya ibuku tersayang…. saat ini satu keinginan Soleh dalam waktu dekat, yaitu mempersembahkan piala kelulusan terbaik untuk beasiswa masuk SMP nanti. Soleh ingin agar ibu tidak bekerja keras lagi untuk membiayai Soleh sekolah.” Lalu senyum ibunya dengan penuh doa.”

Waktu Ujian Nasional pun telah datang, Soleh sangat rajin untuk belajar mempersiapkan ujian. Tak lupa pula ia selalu berdoa kepada Tuhan agar dipermudah dalam mengerjakan soal-soal ujian. Dan pagi-pagi sekali ia berangkat dengan mencium tangan ibunya dan memohon doa darinya.

Langkah anak kesayangannya semakin menjauh. Tiba-tiba kepala ibu yang sudah tua renta itu pusing dan badannya menggigil. Dengan langkah berat ia menuju kamar mandi untuk mengambil air wudlu, kemudian shalat untuk mendoakan anaknya yang sedang ujian.

Panas terik matahari telah muncul tepat di atas kepala. Terdengar lonceng berbunyi tanda ujian telah usai. Anak-anak berhamburan muncul dari balik pintu untuk pulang ke rumah masing-masing.

“Alhamdulillah, aku bisa mengerjakan semua soal ujian dengan baik. Aku akan ceritakan ini pada ibu, pasti ibu gembira mendengarnya.” Kemudian dengan derap langkah cepat ia pulang untuk menemui ibunya.

Dari kejauhan terlihat rumah kecil bertembok bambu tersebut ramai dikerubungi warga. Dengan rasa penasaran dalam hati, Soleh pun berlari menghampiri rumahnya. Di depan pintu, ia melihat ibu yang disayanginya itu terbujur kaku dengan tertutup kain putih. Dengan tangis menderu ia menghampiri dan memeluk ibunya. ”Hik… hik…. hik….”

Waktu kelulusan pun datang, semua orang tua hadir dalam acara pengumuman hasil kelulusan tersebut. Soleh sendiri yang datang tanpa orang tua, namun wali pengganti orang tuanya kali ini ialah guru laki-laki, wali kelasnya yang separuh baya itu. Namanya Pak Subekti.

“Dan siswa lulusan terbaik tahun ini adalah… Soooleeeeh…” kata Kepala Sekolah dengan lantang dan bahagia. Tepuk tangan pun terdengar ramai seketika. “Ayo silahkan Soleh maju ke panggung, untuk menyampaikan kesan-kesannya ya…” minta kepala sekolah tersebut dengan bangga.

Soleh pun maju ke depan dengan tetesan air mata di pipi. “Alhamdulillah terima kasih kepada semua guru telah membimbing dan kepada kedua orang tuaku yang telah mendoakan di sana.” Soleh terbata-bata karena menangis dalam suasana hening. “Piala dan surat beasiswa ini sebagai kado terindah untuk ibu tersayangku.”

Sore harinya, ia pergi ke makam Bapak dan Ibunya dengan diantar oleh Wali kelasnya.

“Bapak, Ibu, akhirnya Soleh berhasil mendapatkan piala dan surat beasiswa untuk melanjutkan sekolah lagi. Terima kasih atas doa kalian. Soleh berjanji akan berbakti dan berusaha keras untuk mewujudkan cita-cita Soleh sebagai kado terindah buat Bapak dan Ibu nanti. Dan sekarang Soleh pun tak sendiri, Soleh akan tinggal bersama wali kelas Soleh, Bapak Subekti. Alhamdulillah, mungkin Ibu benar bahwa setiap kejadian dan cobaan pasti akan ada hikmah di baliknya. Dan inilah buktinya, Pak Subekti ingin mengangkat Soleh menjadi anak angkatnya.” Begitu cerita dan janji Soleh di makam Bapak dan Ibunya. Dan ia akan selalu ingat janji untuk kado terindahnya.

By latahzan walatanza (akifah abidah) Posted in Cerpen

Leave a comment